Digresi dan Ketiadaan Tema Peperangan pada Karya Sastra Angkatan Balai Pustaka

Artikel ini memiliki tiga bahasan utama terkait digresi dan tidak adanya tema peperangan pada sastra angkatan balai pustaka. Bahasan pertama adalah penjelasan tentang digresi dalam karya sastra. Bahasan kedua adalah contoh digresi yang terdapat dalam karya sastra periode balai pustaka. Bahasan ketida adalah alasan mengapa tema peperangan tidak dimuat dalam karya sastra angkatan balai pustaka.
Ketiadaan Tema Peperangan pada Karya Sastra Angkatan Balai Pustaka

Digresi Karya Sastra Angkatan Balai Pustaka

Digresi merupakan sutau sisipan peristiwa yg tidak langsung berhubungan dengan inti cerita, seperti uraian adat, dongeng, syair, pantun, dan nasihat. Pada beberapa karya sastra periode balai pustaka seperti pada prosa Siti Nurbaya karya marah rusli terdapat banyak sekali digresi-digresi. Contohnya bisa dilihat pada kutipan cerita yang bermuatan digresi pada prosa Siti Nurbaya berikut:

“Kutipan Cerita Siti Nurbaya”

Sebelum diteruskan cerita ini, baiklah diterangkan lebih dahulu, siapakah kedua anak muda yang telah kita ceritakan tadi, karena merekalah kelak yang acap kali akan bertemu dengan kita, di dalam hikayat ini.

Anak laki-laki yang dipanggil Sam oleh temannya tadi, ialah Samsulbahri, anak Sutan Mahmud Syah, Penghulu di Padang; seorang yang berpangkat dan berbangsa tinggi. Anak ini telah duduk di kelas 7 Sekolah Belanda Pasar Ambacang. Oleh sebab ia seorang anak yang pandai, gurunya telah memintakan kepada Pemerintah, supaya ia dapat meneruskan pelajarannya pada Sekolah Dokter Jawa di Jakarta.

Ia bukannya seorang anak yang pandai sahaja, tingkah lakunya pun baik; tertib, sopan santun, serta halus budi bahasanya. Lagi pula ia lurus hati dan boleh dipercayai. Walaupun ia rupanya sebagai seorang anak yang lemah lembut, akan tetapi jika perlu, tidaklah ia takut menguji kekuatan dan keberaniannya dengan siapa saja; lebih-lebih untuk membela yang lemah. Dalam hal itu, tiadalah ia pandang-memandang bangsa ataupun pangkat. Itulah sebabnya ia sangat dimalui teman-temannya. Kalau tak ada alangan apa-apa, tiga bulan lagi berangkatlah Samsulbahri ke tanah Jawa, untuk menuntut ilmu yang lebih tinggi.

Mengapa tema peperangan tidak diangakat dalam karya balai pustaka?

Ketika kita bertanya mengenai tema peperangan tidak diangkat pada angkatan balai pustaka, maka jawabanya adalah karena pemerintahan pada saat itu dikuasai oleh hindia belanda yang notabene merupakan penjajah, jadi ketika ada seorang sastrawan yang menuliskan sebuah karya sastra yang bertemakan peperangan maka penerbitannya dicekal oleh balai pustaka yang notabe merupakan perusahaan penerbitan milik Negara.

Alasan mengapa penerbitan itu dicekal yaitu karena ketika seseorang menulis karya sastra dengan tema peperangan ditakutkan akan menghasut masyarakat untuk melakukan pemberontakan kepada pemerintah.

Karya sastra pada waktu itu umunya menggunakan dua Bahasa yaitu Bahasa melayu tinggi dan rendah, karya sastra yang menggunakan Bahasa melayu rendah penerbitannya dilarang oleh pemerintah dan tidak diperbolehkan untuk di sebarkan.

Post a Comment

Luangkan sedikit waktu Anda untuk berkomentar. Komentar Anda sangat bermanfaat demi kemajuan blog ini. Berkomentarlah secara sopan dan tidak melakukan spam.