Unsur Intrinsik dan Unsur Ekstrinsik Hikayat Bunga Kemuning

Analisis Hikayat Puteri Kemuning (Hikayat Bunga Kemuning) ini dibagi menjadi tiga pembahasan. Pada bagian pertama berupa cerita dari Hikayat Bunga Kemuning. Pada Bagian kedua berisikan unsur intrinsik dari Hikayat Putri Kemuning yang terdiri dari tema cerita, latar tempat, latar waktu, latar suasana, alur cerita, tokoh, penokohan, gaya bahasa, sudut pandang dan amanat yang terdapat dalam Hikayat Putri Kemuning (Bunga Kemuning). Bagian ketiga berisi rincian nilai-nilai eksternal yang mempengaruhi dan terkandung dalam cerita Hikayat Putri Kemuning seperti nilai moral, nilai sosial maupun nilai budaya.

Hikayat bunga kemuning menceritakan kisah seorang putri bernama Putri Kemuning yang mengalami perlakuan tidak baik dari saudara saudaranya. Kemuning merupakan anak terakhir dari sepuluh putri bersaudara. Kemuning sangatlah berbeda dari saudara-saudaranya sehingga ia tidak disukai. Lalu pada suatu hari ayahnya yaitu Si Raja harus meninggalkan istana karena ada suatu kepentingan. Lalu bagaimanakah nasib kemuning selanjutnya? Simak cerita hikayat bunga kemuning ini dengan cermat.

Unsur intrinsik hikayat bunga kemuning

Dahulu kala, ada seorang raja yang memiliki sepuluh orang puteri yang cantik-cantik. Sang raja dikenal sebagai raja yang bijaksana. Tetapi ia terlalu sibuk dengan kepemimpinannya, karena itu ia tidak mampu untuk mendidik anak-anaknya. Istri sang raja sudah meninggal ketika melahirkan anaknya yang bungsu, sehingga anak sang raja diasuh oleh inang pengasuh. Puteri-puteri Raja menjadi manja dan nakal. Mereka hanya suka bermain di danau. Mereka tak mau belajar dan juga tak mau membantu ayah mereka. Pertengkaran sering terjadi di antara mereka.

Kesepuluh puteri itu dinamai dengan nama-nama warna. Puteri Sulung bernama Puteri Jambon. Adik-adiknya dinamai Puteri Jingga, Puteri Nila, Puteri Hijau, Puteri Kelabu, Puteri Oranye, Puteri Merah Merona dan Puteri Kuning, Baju yang mereka pun berwarna sama dengan nama mereka. Dengan begitu, sang raja yang sudah tua dapat mengenali mereka dari jauh. Meskipun kecantikan mereka hampir sama, si bungsu Puteri Kuning sedikit berbeda, ia tak terlihat manja dan nakal. Sebaliknya ia selalu riang dan dan tersenyum ramah kepada siapapun. Ia lebih suka berpergian dengan inang pengasuh daripada dengan kakak-kakaknya.

Pada suatu hari, raja hendak pergi jauh. Ia mengumpulkan semua puteri-puterinya. “Aku hendak pergi jauh dan lama. Oleh-oleh apakah yang kalian inginkan?” tanya raja.

“Aku ingin perhiasan yang mahal,” kata Puteri Jambon.

“Aku mau kain sutra yang berkilau-kilau,” kata Puteri Jingga. 9 anak raja meminta hadiah yang mahal-mahal pada ayahanda mereka. Tetapi lain halnya dengan Puteri Kuning. Ia berpikir sejenak, lalu memegang lengan ayahnya.

“Ayah, aku hanya ingin ayah kembali dengan selamat,” katanya. Kakak-kakaknya tertawa dan mencemoohkannya.

“Anakku, sungguh baik perkataanmu. Tentu saja aku akan kembali dengan selamat dan kubawakan hadiah indah buatmu,” kata sang raja. Tak lama kemudian, raja pun pergi.

Selama sang raja pergi, para puteri semakin nakal dan malas. Mereka sering membentak inang pengasuh dan menyuruh pelayan agar menuruti mereka. Karena sibuk menuruti permintaan para puteri yang rewel itu, pelayan tak sempat membersihkan taman istana. Puteri Kuning sangat sedih melihatnya karena taman adalah tempat kesayangan ayahnya. Tanpa ragu, Puteri Kuning mengambil sapu dan mulai membersihkan taman itu. Daun-daun kering dirontokkannya, rumput liar dicabutnya, dan dahan-dahan pohon dipangkasnya hingga rapi. Semula inang pengasuh melarangnya, namun Puteri Kuning tetap berkeras mengerjakannya. Kakak-kakak Puteri Kuning yang melihat adiknya menyapu, tertawa keras-keras. “Lihat tampaknya kita punya pelayan baru,” kata seorang diantaranya.

“Hai pelayan! Masih ada kotoran nih!” ujar seorang yang lain sambil melemparkan sampah. Taman istana yang sudah rapi, kembali acak-acakan. Puteri Kuning diam saja dan menyapu sampah-sampah itu. Kejadian tersebut terjadi berulang-ulang sampai Puteri Kuning kelelahan. Dalam hati ia bisa merasakan penderitaan para pelayan yang dipaksa mematuhi berbagai perintah kakak-kakaknya.

“Kalian ini sungguh keterlaluan. Mestinya ayah tak perlu membawakan apa-apa untuk kalian. Bisanya hanya mengganggu saja!” Kata Puteri Kuning dengan marah.

“Sudah ah, aku bosan. Kita mandi di danau saja!” ajak Puteri Nila. Mereka meninggalkan Puteri Kuning seorang diri. Begitulah yang terjadi setiap hari, sampai ayah mereka pulang. Ketika sang raja tiba di istana, kesembilan puterinya masih bermain di danau, sementara Puteri Kuning sedang merangkai bunga di teras istana. Mengetahui hal itu, raja menjadi sangat sedih.

Anakku yang rajin dan baik budi! Ayahmu tak mampu memberi apa-apa selain kalung batu hijau ini, bukannya warna kuning kesayanganmu!” kata sang raja. Raja memang sudah mencari-cari kalung batu kuning di berbagai negeri, namun benda itu tak pernah ditemukannya.

“Sudahlah Ayah, tak mengapa. Batu hijau pun cantik! Lihat, serasi benar dengan bajuku yang berwarna kuning,” kata Puteri Kuning dengan lemah lembut.

“Yang penting, ayah sudah kembali. Akan kubuatkan teh hangat untuk ayah,” ucapnya lagi. Ketika Puteri Kuning sedang membuat teh, kakak-kakaknya berdatangan. Mereka ribut mencari hadiah dan saling memamerkannya. Tak ada yang ingat pada Puteri Kuning, apalagi menanyakan hadiahnya.

Keesokan hari, Puteri Hijau melihat Puteri Kuning memakai kalung barunya. “Wahai adikku, bagus benar kalungmu! Seharusnya kalung itu menjadi milikku, karena aku adalah Puteri Hijau!” katanya dengan perasaan iri.

“Ayah memberikannya padaku, bukan kepadamu,” sahut Puteri Kuning. Mendengarnya, Puteri Hijau menjadi marah. Ia segera mencari saudara-saudaranya dan menghasut mereka.

“Kalung itu milikku, namun ia mengambilnya dari saku ayah. Kita harus mengajarnya berbuat baik!” kata Puteri Hijau. Mereka lalu sepakat untuk merampas kalung itu. Tak lama kemudian, Puteri Kuning muncul. Kakak-kakaknya menangkapnya dan memukul kepalanya. Tak disangka, pukulan tersebut menyebabkan Puteri Kuning meninggal.

“Astaga! Kita harus menguburnya!” seru Puteri Jingga. Mereka beramai-ramai mengusung Puteri Kuning, lalu menguburnya di taman istana. Puteri Hijau ikut mengubur kalung batu hijau, karena ia tak menginginkannya lagi. Sewaktu raja mencari Puteri Kuning, tak ada yang tahu kemana puteri itu pergi. Kakak-kakaknya pun diam seribu bahasa. Raja sangat marah. “Hai para pengawal! Cari dan temukanlah Puteri Kuning!” teriaknya.

Tentu saja tak ada yang bisa menemukannya. Berhari-hari, berminggu-minggu, berbulan-bulan, tak ada yang berhasil mencarinya. Raja sangat sedih. “Aku ini ayah yang buruk,” katanya.” Biarlah anak-anakku kukirim ke tempat jauh untuk belajar dan mengasah budi pekerti!” Maka ia pun mengirimkan puteri-puterinya untuk bersekolah di negeri yang jauh. Raja sendiri sering termenung-menung di taman istana, sedih memikirkan Puteri Kuning yang hilang tak berbekas.

Suatu hari, tumbuhlah sebuah tanaman di atas kubur Puteri Kuning. Sang raja heran melihatnya. “Tanaman apakah ini? Batangnya bagaikan jubah puteri, daunnya bulat berkilau bagai kalung batu hijau, bunganya putih kekuningan dan sangat wangi! Tanaman ini mengingatkanku pada Puteri Kuning. Baiklah, kuberi nama ia Kemuning.!” kata raja dengan senang. Sejak itulah bunga kemuning mendapatkan namanya. Bahkan, bunga-bunga kemuning bisa digunakan untuk mengharumkan rambut. Batangnya dipakai untuk membuat kotak-kotak yang indah, sedangkan kulit kayunya dibuat orang menjadi bedak. Setelah mati pun, Puteri Kuning masih memberikan kebaikan.

Sinopsis Cerita Rakyat Hikayat Bunga Kemuning

Sinopsis Hikayat Bunga Kemuning

Pada zaman dahulu, ada seorang raja yang memiliki sepuluh orang putri yang cantik-cantik. Istri sang raja sudah meninggal ketika melahirkan anaknya yang bungsu sehingga kesepuluh putrinya diasuh oleh para inang. Karena sang raja terlalu sibuk dengan kepemimpinannya, ia tidak mampu untuk mendidik anak-anaknya sehingga kesepuluh putrinya menjadi anak-anak yang nakal dan manja.

Kesepuluh putri itu dinamai dengan nama-nama warna. Putri Sulung bernama Putri Jambon, Putri Jingga, Putri Nila,

Putri Hijau, Putri Kelabu, Putri Oranye, Putri Merah Merona, dan Putri Kuning. Mereka selalu mengenakan baju yang sesuai dengan nama mereka.

Pada suatu hari, sang raja akan hendak pergi jauh. Ia mengumpulkan para putri dan menanyakan oleh-oleh apa yang diminta. Kesembilan putrinya meminta hadiah yang mahal, tetapi Putri Kuning hanya meminta agar sang raja pulang dengan selamat.

Ketika sang raja pergi, kesembilan putrinya merusak taman kesukaan sang raja. Putri Kuning sangat sedih dan berusaha membersihkannya meski para inang melarangnya. Ketika sang raja tiba di istana, kesembilan putrinya masih bermain di danau, ia melihat Putri Kuning merangkai bunga di taman. Sang raja memberikan Putri Kuning hadiah kalung berbatu hijau. Sang raja tidak menemukan batu kuning di berbagai negeri.

Ketika Putri Hijau melihat kalung Putri Kuning, ia merasa kalung itu adalah miliknya. Ia menghasut putri-putri yang lain untuk memberi pelajaran kepada Putri Kuning. Kakak-kakaknya menangkapnya dan memukul kepalanya. Tak disangka, pukulan tersebut menyebabkan Putri Kuning meninggal.

Tema

Putri bungsu yang teraniaya. Secara keseluruhan Hikayat Putri Bunga Kemuning mengisahkan kemalangan yang dialami oleh putri bungsu dari sepuluh bersaudara.

Latar

Latar Tempat: Istana Kerajaan, Taman

Latar Waktu: Suatu hari

Latar Suasana: Tegang, Menyedihkan.

Alur

Alur Maju, karena menjelaskan rangkaian cerita secara runtut dari awal hingga akhir mulai dari tahap preposisi/orientasi, konflik, klimaks, antiklimaks, hingga tahap penyelesaian/resolusi.

Tokoh dan Penokohan

Raja:

- Penyayang

- Terlalu memanjakan anak-anaknya

- Terlalu sibuk dengan urusan kerajaan

Putri Kuning:

- Penyendiri

- Rendah hati

- Suka menolong

- Penyayang

- Rajin

Kakak-Kakak Putri Kuning:

- Suka berfoya-foya

- Pemalas

- Tidak memperdulikan sekitar

- Suka menindas orang lain

- Jahat

Putri Hijau:

- Iri Hati

- Penghasut

Sudut Pandang

Sudut pandang yang digunakan adalah sudut pandang campuran yaitu sudut pandang penulis sebagai orang pertama dan sudut pandang orang ketiga, dimana penulis berperan sebagai orang ketiga yang serba tahu dalam rangkaian cerita Hikayat Putri bunga Kemuning.

Gaya Bahasa

Gaya bahasa yang digunakan dalam hikayat putri bunga kemuning diantaranya yaitu gaya bahasa Tautologi dan Parabel.

Tautologi adalah sarana retorika yang menyatakan sesuatu secara berulang dengan kata-kata yang maknanya sama supaya diperoleh pengertian yang lebih mendalam. Contohnya terdapat pada kalimat "Selama sang raja pergi, kelakuan kesembilan putrinya semakin menjadi-jadi".

Parabel/Parabola adalah gaya bahasa berupa cerita-cerita fiktif dengan tokoh manusia dengan tema moral yang kental. Hal ini tergambar pada rangkaian cerita Hikayat Putri  Bunga Kemuning.

Amanat

- Kita harus akur sesama saudara

- Janganlah menindas orang lain

- Sebagai orang tua kita tidak boleh terlalu fokus pada kerjaan sampai tidak mengetahui apa yang dialami oleh anak kita

- Jangan terlalu manja menjadi anak, berusahalah untuk mandiri

Nilai Moral

- Kita tidak boleh saling menindas sesama manusia.

- Janganlah menjadi orang yang sombong, jahat, iri hati dan suka menghasut

- Jangan terlalu fokus pada urusan pekerjaan hingga lupa untuk mendidik moral anak

Nilai Sosial

- Jangan suka mempersulit urusan orang lain

- Saling tolong menolonglah antar sesama

Nilai Agama

- Fitnah lebih kejam dari pada pembunuhan

- Kebersihan adalah sebagian dari iman

Nilai Budaya

Adanya pengaruh budaya kerajaan masa lampau, dimana seorang raja bisa memiliki banyak istri dan anak. Namun dalam kondisi saat ini di Indonesia budaya tersebut tidak dianjurkan karena adanya program dua anak lebih baik untuk menekan laju pertumbuhan penduduk yang semakin tinggi tiap tahunnya.

Post a Comment

Luangkan sedikit waktu Anda untuk berkomentar. Komentar Anda sangat bermanfaat demi kemajuan blog ini. Berkomentarlah secara sopan dan tidak melakukan spam.