Unsur Intrinsik dan Unsur Ekstrinsik Novel Harimau! Harimau! Karya Mochtar Lubis

Novel berjudul Harimau yang ditulis oleh Mochtar Lubis berisikan cerita yang bertemakan kepemimpinan yang baik. Novel Harimau diterbitkan oleh Pustaka Jaya dengan Tahun Terbit Cetakan pertama yaitu pada Tahun 1975 dan tebal halaman sebanyak 214. Berikut ini analisis unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik novel Harimau! Harimau! karya Mochtar Lubis.
Unsur Intrinsik dan Unsur Ekstrinsik Novel Harimau Karya Mochtar Lubis

Unsur Intrinsik Novel Harimau

Tema

Dalam novel Harimau! Harimau! karya Mochtar Lubis ini dapat disimpulkan bahwa tema yang ingin disampaikan oleh pengarang adalah kepemimpinan, yaitu mengenai kebobrokan dalam sifat seorang pemimpin.

Dalam novel ini terdapat seorang tokoh antagonis bernama Wak Katok yuang selalu dimitoskan oleh pengikutnya, enam orang pencari damar, ketika mencari damar di hutan sebagai seorang yang dihormati, disegani, dan sakti.

Alur (Plot)

Adapun alur yang terdapat dalam novel Harimau! Harimau! adalah alur maju ( progresif), hal ini dikarenakan cerita menceritakan kejadian dari awal sampai akhir tanpa adanya unsur kejadian masa lampau. Secara rinci tahap alur cerita dapat diuraikan sebagai berikut:

1. Pengenalan Cerita

Tujuh orang pencari damar yakni, Pak Haji Rakhmad, Wak Katok, Buyung, Sanip, Talib, Sutan, dan Pak Balam secara bersama-sama mencari damar di hutan sekitar tempat tinggal Wak Hitam.

2. Munculnya Konflik

Pak Balam menjadi korban terkaman harimau dan merasa bahwa harimau tersebut merupakan utusan Tuhan sebagai hukuman akibat dosa yang dilakukan. Kemudian Pak Balam mulai menyuruh yang lain untuk mengakui dosa-dosanya juga satu persatu di depan mereka semua yang akhirnya mulai menimbulkan perdebatan dan penolakan keras.

3. Klimkas

Pak Balam disusul Talib dan Sutan, yang kesemuanya akhirnya meninggal diterkam harimau. Kemudian terjadilah perdebatan hebat antara Wak Katok dan Buyung.

Hal ini disebabkan kedok Wak Katok sebagai dukun palsu telah terkuak, karena ia tak dapat menyelamatkan nyawa ketiga rekannya dari terkaman harimau. Wak Katok yang tidak terima menembak Pak Haji hingga akhirnya Pak Haji pun turut meninggal.

4. Anti-Klimaks

Buyung membuat siasat bersama Sanip untuk menggunakan Wak Katok sebagai umpan supaya harimau mau keluar dan bisa dibunuh, agar mereka bisa kembali ke kampung.

5. Penyelesaian

Buyung berhasil menembak harimau yang diumpankan melalui Wak Katok. Dan akhirnya mereka bertiga bisa kembali ke kampung dengan selamat.

Tokoh dan Penokohan

Tokoh–tokoh utama dalam novel Harimau! Harimau! adalah Pak Haji Rakhmad, Wak Katok, Buyung, Sanip, Pak Balam, Sutan, Talib, Wak Hitam, dan Siti Rubiah. Sedangkan tokoh-tokoh sampingan yang terdapat dalam novel Harimau! Harimau! adalah Zaitun, Wak Hamdani (ayah Zaitun), Ayah dan Ibu Buyung. Adapun tokoh serta penokohan yang terdapat novel Harimau! Harimau! adalah sebagai berikut:

1. Pak Haji Rakhmad

Dihormati karena usianya yang sudah tua, ketaatannya beribadah, dan kebijaksanaannya. Namun ia tertutup pada orang lain) adapun karakterisasinya adalah sebagai berikut :
•  Realistis, dibuktikan pada cuplikan dialog di bawah ini.
Manusia yang mau hidup sendiri tak mungkin mengembangkan kemanusiaannya. Manusia perlu manusia lain…” (hal.198)
• Taat pada Tuhan, dibuktikan pada cuplikan dialog di bawah ini.
… ingatlah ucapan ‘Bismillahirrokhmanirrohhiim’… Tuhan adalah yang Maha Pemurah dan Pengampun….” (hal. 199)

2. Wak Katok

Seorang tua yang dianggap sebagai dukun dan pandai silat. Dia mempunyai perguruan silat sehingga murid silatnya banyak, Dia juga salah seorang pencari damar. Adapun karakterisasinya adalah sebagai berikut :
• Pemaksa, dibuktikan pada cuplikan dialog di bawah ini.
Jika perlu aku paksa dengan ini,” (hal. 132)
• Penipu, dibuktikan pada cuplikan dialog di bawah ini.
Jimat-jimatmu palsu, mantera-manteramu palsu. Inikah jimat-jimat juga yang dipakai oleh Pak Balam ….” (hal. 192)

3. Buyung

Pemuda pemberani, cakap, mandiri, & memiliki jiwa kepemimpinan, seorang pemuda pencari damar. Dia murid Wak Katok yang pandai silat. Adapun karakterisasinya adalah sebagai berikut :
• Pemalas, dibuktikan pada cuplikan dialog dibawah ini.
Tetapi, aku malas kembali. Kita telah jauh,” (hal. 58)
• Suka menolong, dibuktikan pada cuplikan dialog di bawah ini.
Aku tolong engkau, Rubiah,” (hal. 67)
• Pandai, dapat dibuktikan pada cuplikan dialog di bawah ini.
Sungguh pandai engkau menembak, Buyung,” (hal. 83)

4. Sanip

Periang, humoris, dan ia berani mengakui kesalahannya sendiri, murid Wak Katok, pencari damar. Adapun karakterisasinya adalah sebagai berikut :
• Jujur, dibuktikan pada cuplikan dialog di bawah ini.
Memang kami berdosa, kami…Talib, aku, dan ….,”(hal. 128)
• Ingkar janji, dibuktikan pada cuplikan dialog di bawah ini.
Biarlah Sutan marah padaku karena aku melanggar janji atau sumpah ….,” (hal. 129)
• Suka mencuri, dibuktikan pada cuplikan dialog di bawah ini.
Kami bertiga, Talib, Sutan, dan aku, enam bulan yang lalu, yang, yang mencuri empat ekor kerbau milik Haji Serdang di kampong Kerambi,” (hal. 129)

5. Pak Balam

Pendiam, dianggap pemberani, salah seorang pencari damar. Adapun karakterisasinya adalah sebagai berikut :
• Jujur, dibuktikan pada cuplikan dialog di bawah ini.
Aku merasa ringan kini aku sudah menceritakan pada kalian di depan Wak Katok beban dosa yang selama ini ….,” (hal. 100)

6. Sutan

Tidak tahan godaan terutama terhadap wanita. Dia digambarkan seorang pengecut karena tidak berani mengakui kesalahan dan lari dari masalah, Pencari damar, murid Wak Katok. Adapun karakterisasinya adalah sebagai berikut :
• Suka menyindir, dibuktikan pada cuplikan dialog di bawah ini.
Asal sungguh dia hanya dapat kancil,” (hal. 71)
• Penakut, dapat dibuktikan pada cuplikan dialog di bawah ini.
Huusss, jangan sebut-sebut namanya, engkau ingin dia datang menyerang kita ?” (hal. 125)
• Suka mencuri, dibuktikan pada cuplikan dialog di bawah ini.
Kami bertiga, Talib, Sutan, dan aku, enam bulan yang lalu, yang, yang mencuri empat ekor kerbau milik Haji Serdang di kampong Kerambi,” (hal. 129)

7. Talib

Pendiam, tidak tegas, kurang berani sebagai seorang lelaki, namun ia mau mengakui kesalahannya, seorang pemuda pencari damar, murid Wak Katok. Adapun karakterisasinya :
• Suka mencuri, dibuktikan pada cuplikan dialog di bawah ini.
… dosa … aku berdosa … mencuri … curiiiii, ampun Tuhan….” (hal. 126)

8. Wak Hitam

Misterius & sakti, seorang tua yang tinggal menyepi dalam hutan belantara dengan keempat istrinya. Adapun karakterisasinya adalah sebagai berikut :
• Suka mengeluh, dibuktikan pada cuplikan dialog di bawah ini.
Aduh, beginilah kalau sudah tua dan sakit-sakit, tak ada lagi yang mengurus awak,” (hal. 50)

9. Siti Rubiah

Tertutup, haus akan kasih sayang, istri muda Wak Hitam. Adapun karakterisasinya adalah sebagai berikut:
• Suka melamun, dibuktikan pada cuplikan dialog di bawah ini.
Rubiah, mengapa engkau bermenung-menung sendiri ?” (hal. 62)

Latar atau Setting

1. Latar Waktu

• Petang
Ini terjadi pada suatu petang, ketika Zaitun datang membawa makanan untuk ibu Buyung dan …. (hal. 12)
• Malam hari
Dalam malam serupa itu, Sanip akan mengeluarkan dangung-dangungnya dan menyanyikan lagu-lagunya. (hal. 30)
• Pagi hari
Esok paginya, apabila yang lain masih tidur, lama sebelum subuh, Buyung telah membangunkan Wak Katok dan Sutan. (hal. 80)

2. Latar Tempat

• Di hutan
Mereka bertujuh telah seminggu lamanya tinggal di dalam hutan mengumpulkan damar. (hal. 2)
• Di rumah Buyung
… ketika ayah dan ibunya ayah dan ibunya menyangka, bahwa dia tak ada di rumah. (hal. 12)
• Di kamar
… setelah Zaitun pergi, Buyung mendengar dari kamar di sebelah … (hal. 12)
• Rumah Wak Hitam
Mereka beruntung, karena tak berapa jauh dari hutan damar, ada sebuah huma kepunyaan Wak Hitam. Disebuah pondok dilating Wak Hitamlah mereka selalu bermalam selama berada di hutan damar. (hal. 25)
• Di pinggir sungai
Mereka bertemu di tanah terbuka di pinggir sungai. Buyung perlahan-lahan mendekati mereka. (hal. 82)

3. Latar Suasana

• Gembira
“Untung hujan, kita sempat beristirahat”
Dan mereka semua tertawa. (hal. 19)
• Menegangkan
Napas Buyung terasa sesak, dan mengencang. Belum pernah dia merasa apa yang dirasakannya … (hal. 68)

Sudut Pandang

Adapun sudut pandang yang digunakan dalan novel Harimau! Harimau! adalah sudut pandang orang ketiga. Hal ini dikarenakan dalam kisahannya pengarang mengacu pada tokoh-tokoh cerita dengan menggunakan kata ganti orang ketiga (ia, dia), atau menyebut nama tokoh.

Gaya Bahasa

Adapun gaya yang digunakan dalam novel Harimau! Harimau! adalah bahasa Indonesia.

Amanat

Adapun amanat yang dapat diambil dari novel Harimau! Harimau! adalah sebagai berikut :
  • Dalam menjalani persahabatan dan kesetiakawan, kita harus jujur dan tulus satu sama lain agar tidak timbul kecurigaan.
  • Janganlah sombong terhadap apa yang kita punya.
  • Janganlah mengganggu habitat hewan, kalau tidak mau hewan tersebut menerkam kita.
  • Janganlah terlalu percaya tahayul, karena kekuatan Tuhan jauh melebihi segalanya.
  • Jika menghadapi suatu permasalahan, kita harus bersama-sama menyelesaikannya.
  • Dalam menjalani kehidupan, kita harus jujur.
  • Janganlah berbuat curang dengan menghalalkan berbagai cara untuk mendapatkan kedudukan.

Unsur Ekstrinsik Novel Harimau

Nilai Sosial

Nilai sosial yang terdapat dalam kutipan novel tersebut adalah memberi pertolongan kepada orang yang sedang sakit. Karena dalam kutipan (hal 92-93)  diungkapkan, Wak Katok dan teman-temannya memberi pertolongan kepada Pak Balam yang terluka (membersihkan, mengobati, dan membalutnya), meminumkan obat yang mereka buat sendiri.

Nilai Moral

Esensi yang disampaikan pengarang melalui novel Harimau! Harimau! ini ialah dalam keadaan tertekan karena katakutan manusia bisa saja melakukan apa saja demi keselamatan diri masing-masing. Dalam kondisi seperti ini manusia sudah dikuasai oleh nafsu-nafsu jahat, seperti nafsu ingin menang sendiri, nafsu ingin memenuhi kepentingan sendiri dengan segala cara, nafsu untuk membunuh, dan nafsu untuk berbuat lalim.

Dalam novel ini judul ditulis dengan menggunaka tanda seru di antara dua kata Harimau! Harimau!. Ini dimaksudkan bahwa harimau yang digambarkan dalam novel tersebut bukan harimau yang biasa kita tahu melainkan harimau yang meamgn disampaikan untuk menjadi istilah dari sifat seorang yang sama dengan sifat harimau. Pesan moral yang bisa diambil dalam novel ini adalah perkataan Pak Haji ketika hendak menghembus napas terakhirnya kepada Buyung dan Sanip :

“Kemanusiaan hanya dapat dibina dengan mencinta, dan bukan dengan membenci. Orang yang membenci tidak saja hendak merusak manusia dirinya sendiri. Ingatlah hidup orang lain adalah hidup kalian juga... sebelum kalian membunuh harimau yang buas itu, bunuhlah lebih dahulu harimau dalam hatimu sendiri... mengertikah kalian... percayalah pada Tuhan. Tuhan ada... manusia perlu bertuhan.” (Hal : 202)

Nilai Agama

Nilai agama yang terungkap pada noverl ini yaitu adalah menasehati orang-orang yang telah berbuat kejahatan melakukan tobat dan minta ampun atas dosa-dosa meminta ampun kepada Tuhan dengan cara bersujud selalu, mengakui kesalahan dan dosa-dosa yang dilakukan berbicara dengan membuka mata dan memandang awan. Terdapat dalam kutipan sebagai berikut:

Kemudian Pak Balam membuka matanya dan memandang mencari muka Wak Katok. Ktika pandangan mereka bertaut, Pak Balam berkata kepada Wak katok, "Akulah dosa-dosamu, Wak katok, dan sujudla kehadirat Tuan. Mintalah ampun keada Tuhan yang maha penyayang dan maha pengampun, akuilah dosa-dosamu, juga supaya kalian dapat selamat keluar dari rimba ini, terjatuh dari bahaya yang dibawa harimau......biarlah aku yang menjad korban......"(hal 206)

Kemudian ada lagi pada saat Pak Balam menghebuskan nafas terakhirnya dikarenakan Wak Katok meminumkan obat-obatan kepada Pak Balam terdapat nilai agama, dimana Wak Katok memberikan racun kepada Pak Balam. Seperti pada kutipan:La ilaha illallah La ilaha illalah, dieling oleh erang kesakitannya. Kemudian ketika dia lebih tenang, dia memandangi kawan-kawannya kembali, lalu berkata: “sudah sampai aja;ku kini. Rupanya aku mesti menebus dosaku.” (hal 93)

Nilai Budaya

Permasalahan tentang perkawinan yang merupakan penggambaran obsesi Mochtar Lubis dalam novel Harimau! Harimau! yaitu tidak adanya kebahagiaan dalam perkawinan. Perkawinan diartikan sebagai sesuatu yang tidak perlu dikaitkan dengan dasar-dasar, nilai-nilai, dan norma-norma tertentu. Ia boleh saja dibentuk atau ditiadakan sekiranya kedua pasangan berkeinginan untuk itu. Jadi kehadiran lembaga perkawinan tidak ada artinya, tidak perlu adanya.

Calon suami dan calon istri boleh saja membentuk suatu ikatan perkawinan jika mereka berdua berkeinginan untuk itu. Begitu pula terhadap pasangan suami istri, mereka boleh memutuskan ikatan perkawinannya jika mereka tidak bersesuaian lagi tanpa melalui suatu tatanan nilai-nilai atau norma-norma tertentu.

Latar belakang atau penyebab tidak adanya kebahagiaan dalam perkawinan karena suami sudah tua dan “lemah”, suami sibuk dan lama berada di luar rumah dan keterbatasan perekonomian suami dalam mencukupi kebutuhan rumah tangga. Akibat dari tidak adanya kebahagiaan dalam perkawinan dapat menimbulkan berbagai macam fenomena sosial. Baik yang berasal dari dalam diri, rumah tangga, maupun masyarakat.

Post a Comment

Luangkan sedikit waktu Anda untuk berkomentar. Komentar Anda sangat bermanfaat demi kemajuan blog ini. Berkomentarlah secara sopan dan tidak melakukan spam.